Asap Rokok dalam Ruangan, Ancaman Polusi Udara yang Kerap Terabaikan
Polusi udara tidak hanya datang dari kendaraan dan industri, tetapi juga dari asap rokok dalam ruangan yang terbukti membahayakan kesehatan masyarakat Indonesia.
Polusi udara masih menjadi ancaman besar bagi kesehatan masyarakat Indonesia, tidak hanya dari aktivitas luar ruangan seperti transportasi dan industri, tetapi juga dari sumber yang kerap terabaikan: asap rokok dalam ruangan. Menjawab tantangan ini, Nafas Indonesia bersama DBS Foundation dan Indonesian Youth Council for Tactical Changes (IYCTC) meluncurkan white paper bertajuk âRuang Tertutup, Risiko Terbuka: Paparan Tinggi Polusi Udara dari Aktivitas Merokokâ. Kajian ini memadukan perspektif kesehatan masyarakat, teknologi pemantauan kualitas udara, dan perilaku merokok untuk menyoroti bagaimana paparan asap rokok memengaruhi kualitas udara dalam ruangan yang berpotensi berdampak pada kesehatan.
Salah satu polusi berbahaya dari asap rokok adalah partikel debu halus PM2.5, yang berukuran sangat kecil hingga dapat menembus paru-paru dan masuk ke aliran darah. Data Air Quality Life Index (AQLI) 2025 mencatat paparan PM2.5 dan konsumsi tembakau menjadi dua dari tiga faktor eksternal terbesar yang menyebabkan turunnya rata-rata harapan hidup masyarakat Indonesia hingga satu sampai dua tahun.
CEO Nafas Indonesia, Nathaniel Roestandy, menegaskan bahwa polusi udara tidak selalu identik dengan asap kendaraan atau industri. âAsap rokok dalam ruangan sering luput dari perhatian, padahal dampaknya nyata terhadap kesehatan. Temuan white paper ini bisa menjadi titik awal memperluas diskusi lintas sektor tentang bagaimana mengelola ruang yang lebih sehat dan aman bagi semua,â ujarnya.
Penelitian juga membuktikan pemisahan ruang merokok tidak efektif. Polusi udara dari ruang khusus merokok tetap menyebar ke area bebas rokok melalui aliran udara, sehingga orang yang tidak merokok pun tetap berisiko. Studi di Jakarta, Bogor, dan Palembang mencatat kadar PM2.5 di ruang publik masih tinggi, mencapai rata-rata 96 µg/m³ di tempat hiburan, 78 µg/m³ di restoran, dan 57 µg/m³ di gedung instansi.
Executive Director IYCTC, Manik Marganamahendra, menjelaskan bahwa desain dan lokasi ruang sangat berpengaruh. Ruang merokok di dalam gedung terbukti meningkatkan paparan polusi bagi penghuni, sedangkan temuan di Bali menunjukkan kadar PM2.5 jauh lebih rendah ketika ruang merokok ditempatkan di luar. âRuang merokok sebaiknya berada di luar gedung, jauh dari keramaian, agar risiko paparan polusi bagi masyarakat bisa diminimalkan,â jelasnya.
White paper ini juga mendorong penerapan pendekatan baru untuk mengurangi risiko kesehatan. Beberapa di antaranya termasuk menempatkan ruang merokok di luar ruangan, memperjelas kawasan bebas rokok, meningkatkan pengawasan, serta memastikan ventilasi ruangan yang memadai. Upaya ini perlu didukung dengan edukasi publik dan gaya hidup sehat agar kesadaran masyarakat semakin tumbuh.
Head of Group Strategic Marketing & Communications PT Bank DBS Indonesia, Mona Monika, menyatakan bahwa kesehatan masyarakat merupakan fondasi pembangunan berkelanjutan. âPeluncuran white paper ini mencerminkan komitmen kami dalam mendorong terciptanya lingkungan yang lebih sehat sekaligus berkelanjutan bagi generasi mendatang,â katanya.
Sebagai penerima DBS Foundation Grant Program 2023, Nafas Indonesia menunjukkan bagaimana wirausaha sosial dapat menghadirkan solusi berkelanjutan melalui inovasi teknologi dan kepedulian sosial. Kolaborasi ini menjadi lanjutan dari riset sebelumnya mengenai polusi udara dan pneumonia pada anak, dan kini diperkuat dengan dukungan hibah dari DBS Foundation untuk melahirkan solusi kesehatan berbasis teknologi dan data yang lebih berdampak bagi masyarakat.





